Selasa, 04 Maret 2014

Intelektual-Transformatif sebagai Pilihan Gerakan Mahasiswa

Sebagai bagian dari elite terdidik, yang menjadi minoritas karena tidak sampai 53% dari penduduk Indonesia sempat menikmati bangku perkuliahan, Mahasiwa berada pada posisi yang strategis untuk terlibat menentukan arah masa depan bangsanya. Bekal pengetahuan dibangku kuliah dan perjumpaan dengan banyak gagasan yang diperoleh selama proses akademik menyebabkan mahasiswa mempunyai gagasan-gagasan yang cerdas guna menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh bangsanya.
Dalam sejarah, sudah banyak kontribusi yang menunjukan upaya mahsiwa untuk memberikan solusi guna menyelesaikan persoalan bangsanya. Upaya ini ditunjukan dengan melakukan gerakan yang terorganisir. Dalam upaya ini sering muncul gerakan dengan beragam mainstream seperti gerakan moral, gerakan massa, maupun gerakan politik. Dan untuk mentukan pilihan masing-masing gerakan akan sangat terpengaruh pada nilai, ide dan juga kondisi sosial-politik yang melingkupi gerakan tersebut.
Berkenaan dengan momentum politik yang sekupnya lebih kecil, yakni momentuk politik mahasiswa dimasing-masing perguruan tinggi (baik swasta atau Negeri), maka tidak melulu seluruh perhatian terkonsentrasi dan terpusat pada satu titik (politik), melainkan mahasiswa harus mampu memposisikan diri untuk kemudian mampu mengambil sebuah jalan lain sebagai warna dan indentitas mahasiswa, yakni selalu memberikan letupan-letupan gagasan ataupun ide-ide produktif-konstruktif untuk menyelesaikan berbagai polemik. maka tulisan ini akan sedikit menguraiakn salah suatu gerakan yang pernah menjadi mainstream gerakan mahasiwa, yaitu gerakan Intelektual, sebagai sebuah gerakan penting dan perlu direvitalisasi agar mampu terlibat dalam upaya mnyelesaikan persoalan bangsa.

Gerakan Intelektual
Ciri utama gerakan intelektual adalah pada keseriusanya untuk memproduksi gagasasan-gagasan yang cerdas dan solutif guna menyelesaikan persoalan yang ada pada masyarakatnya. Selain itu gerakan inteletual juga bercirikan pada upaya menjadikan gagasan-gagasan tersebut sebagai landasan dalam melakukan aktivitasnya.
Dalam memperjuangkan gagasanya, gerakan intelektual melakukan aktivitas-aktivitas membangun jaringan agar gagasan tersebut mendapat dukungan sehingga mampu mempengaruhi perubahan sosial yang ada pada lingkunganya. Gerakan Intektual yang murni harus dapat berbeda dengan aktivisme intelektual yang lain.
Beberapa aktivisme intelektual (Yanuardi, 2012: 1) yang berbeda tersebut antara lain: Pertama, Intelektual menara gading. Aktivitas Intektual ini adalah aktivitas yang hanya berusaha melakaukan aktivitas berpikir dan menuangkan gagasan hanya untuk kepentingan keilmuan semata, tanpa peduli pada lingkunganya. Aktivitas yang sering juga disebut dengan masturbasi intelektual ini hanya melakukan aktivitas intektual untuk mendapatkan kenikmati diri sendiri.
Kedua, Intelektual Tukang, Dalam posisi ini kaum intektual memposiskan dirinya hanya sebagai pekerja intektual. Dalam hal ini para intelektual mengabdikan dirinya pada pemilik-pemilik modal dan penguasa politik, tanpa melakukan upaya peduli terhadap dampak dari gagasan yang diproduksinya. Materialisme yang juga sudah mendominasi kehidupan kampus saat ini, telah berakibat pada menjamurnya Intelktual ini.
Ketiga, Intelektual Resi, Intelektual ini menepatkan dirinya sebagai pengajar masyarakatnya. Intektual ini selalau menyampaikan nilai-nilai baik dan buruk kepada masyrakatnya. Namaun Intelektual ini tidak berusaha terlibat dalam memperkuat pengetahuan masyarakat dan memperjuangkanya dalam proses transformasi sosial.
Keempat, Intelektual Transformatif adalah intelektual yang berusaha melahirakan gagasan-gagasan yang lahir dari proses dialektika sosial dengan lingkunganya. Dalam proses ini, Intelektual Transformatif melakukan aktivitas yang berusaha memperjuangakan dan memperkuat gagasan tersebut, sehingga menjadi sebauah kekauatan yang mampu mempengaruhi proses perubahan sosial.

Gerakan Intelektual Transformatif
Dari empat pola gerakan Intektual diatas, menurut penulis Gerakan Intelektual mahasiwsa perlu menjadi gerakan intektual yang tidak hanya melakukan masturbasi Intelektual, menjadikan dirinya sebagai tukang, atau hanya sekedar menjadi resi. Gerakan intektual mahasiwa harus mampu menjadikan dirinya sebagai kekuatan pendobrak guna mendorong terjadinya tranformasi sosial di lingkungannya. Oleh karena itu, mahsiswa perlu mengmbil posisi sebagai kekuatan Intelktual Transformatif, yaitu gerakan intektual yang mampu melahirkan ide-ide yang lahir dari proses dialektika dengan masyraktnya, sekaligus terus menerus memperjuangkan gagasan tersebut bersama masyarakatnya guna mencapai transformasi sosial yang didealkan.
Adapun aktivitas yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang gerakan intelektual transformatif adalah sebagai berikut:
  1. Mahasiwa harus mampu mendialogkan gagasannya dengan masyarakatnya agar mampu melahirkan gagasan-gagsan yang berbasis pada kepentingan masyrakatnya, bukan hanya hasil pikiran intelektual mahasiswa semata. Karena mahasiswa harus senantiasa melakukan aksi dan refleksi dalam gerakanya
  2. Membangun jaringan dengan sebanyak mungkin kekuatan sosial tanpa terlebih dahualu melakukan apriori, guna mendialogakn dan menyebarkan ide dan gagasanya.sekaligus mencari sekutu untuk memperjuangkan ide-ide dan gagasan tersebut.
  3. Terlibat langsung dalam upaya memperkuat pengetahuan rakyat sekaligus membesakan pengetahuan rakyat dari pengetahuan yang menindas.
Sebagai penutup, bangsa ini pernah bangga memiliki mahasiswa yang mampu berperan aktif dalam memberikan kontribusi akan pembangunan bangsa dan Negara, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, politik, dan hukum, atau dalam bidang yang lainnya.
Namun seiring dengan berlarinya zaman, maka tidak kita sadari kemunduran dan kejumudan mulai menyusup dalam darah dan meracuni pikiran mahasiswa yang semakin lama kian mendekati ketidakproduktifan dalam menuangkan ide dan gagasan bagi bangsanya.
Berharap tulisan ini mampu menjadi cambuk untuk menghidupkan lagi spirit intelektual yang pernah bersemayan dalam diri mahasiswa. Amin.