Sejenak merenung dan berfikir akan sepak terjang mahasiswa yang
sampai hari ini segala atribut nilai melekat pada dirinya, agen of change,
agen of social control, dll. Bahkan sosok yang pernah menjadi orang nomor
satu di Indonesia pernah menyematkan penghargaan dan sekaligus sebuah harapan
kepada mahasiswa, yakni “…Beri aku Sepuluh Mahasiswa, maka akan aku guncang
Dunia”. Sebuah penghargaan yang sampai hari ini masih terniang-niang dalam
benak para mahasiswa sehingga menjadikan sebuah spirit untuk meletupkan
sebuah perubahan bagi agama, bangsa dan Negara.
Bagaimana tidak, lembaran sejarahpun mencatat setiap keringat dan
bahkan darah yang pernah dicurahkan oleh mahasiswa demi terwujudnya sebuah
perubahan bangsa dan Negara. Tahun 1908 inilah ditandai dengan munculnya Budi
Utomo (Boedi Oetomo). Organisasi ini didirikan pada 20 Mei 1908 oleh sejumlah
mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) seperti Soetomo,
Gunawan, Cipto Mangunkusumo, dan R.T Ario Tirtokusumo. Dan sampai sekarang
diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional kerena organisasi ini dianggap
sebagai organisasi kebangsaan yang pertama.
Kemudian pada tahun 1928 menjadi langkah kedua dalam lembaran
sejarah pergerakan mahasiswa dengan ditandai munculnya Sumpah Pemuda, yakni 27
Oktober 1928 dilangsungkan Kongres Pemuda II di Jakarta. Kongres ini
diprakarsai oleh PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia). Kongres ini
dihadiri oleh 9 organisasi pemuda yang paling terkemuka, yaitu Jong Sumatranen
Bond, Pemuda Indonesia, Sekar Rukun, Jong Islamienten, Jong Bataks Bond, Jong
Celebes, Pemuda Kaum Betawi dan PPPI. Selain para pemuda,
kongres juga dihadiri oleh tokoh-tokoh partai politik, diantaranya Soekarno,
Sartono, dan Sunaryo. Selain itu, hadir pula 2 orang utusan volksraad dan 2
orang wakil pemerintah Hindia Belanda, yaitu Dr. Pijper dan Van der Plas.
Keduanya adalah tokoh Inlandsche Zaken.
Setelah itu, tahun 1945 sebagai sejarah baru Bangsa Indonesia
dengan diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia. Dimana pemuda atau mahasiswa
juga berperan didalamnya yakni pada peristiwa Rengasdengklok. Sebuah aksi
penculikan yang dilakukan sejumlah pemuda diantaranya adalah Chaerul Saleh,
Sukarni, dan Wikana terhadap Soekarno dan Bung Hatta yang mencoba meyakinkan
kembali agar mereka berdua tidak menyerah pada Jepang serta mendesak agar
mempercepat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Masuk tahun 1966 yang sampai hari ini dengungannya masih sangat
terdengar akibat teriakan mahasiswa yang dikumandangkan pada 10 Januari 1966
dengan slogan TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat) yang kemudaian berujung pada 11
Maret 1966 dengan dikeluarkannya SUPERSEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret).
Peristiwa ini menandai berakhirnya kepemimpinan Orde Lama dan memasuki era Orde
Baru dibawah kepemimpinan Suharto.
Berlanjut pada awal tahun 1974, dimana terjadi peristiwa
demonstrasi yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswa yang menolak atas dominasi
produk jepang dan kerusuhan sosial yang terjadi pada 15 Januari 1974 dengan
sebutan MALARI (Malapetaka 15 Januari). Atas dasar perlawanan itulah pemerintah
menghapuskan Dewan Mahasiswa lantas kemudian mengeluarkan kebijakan NKK (Normalisasi
Kehidupan Kampus) yang semua kegiatan mahasiswa dapat terkontrol oleh
pemerintah melalui BKK (Badan Koordinasi Kemahasiswaan).
Dan pada era 90-an dianggap sebagai puncak gerakan mahasiswa,
dimana pada penghujungnya gerakan yang menyerukan reformasi untuk Indonesia
digulirkan pada 12 Mei 1998 yang dikenal dengan peristiwa Tragedi Trisakti yang
berakhir pada lengsernya rezim Soeharto (Orde Baru) pada 21 Mei 1998.
Namun, terlepas dari bentangan sejarah gerakan mahasiswa yang sudah
tergambarkan diatas, pasca gerakan reformasi yang dicetuskan pada tahun 1998,
sampai hari ini mahasiswa masih belum mampu menunjukan gairah dan nafsu
gerakannya untuk melakukan perubahan pada Bangsa Indonesia. Pasca itu dan
sampai sekarang mahasiswa sering diwarnai dengan budaya hedon/study oriented,
demonstrasi bukan lagi menjadi cara populer, mahasiswa kadang tereduksi dalam
politik praktis, pendidikan politik dilupakan, dll. Sehingga muncul cibiran
adanya degradasi gerakan mahasiswa.
Alternatif Paradigma Gerakan Mahasiswa
Berangkat dari situlah, muncul beberapa alternatif pilihan yang
ditawarkan guna mengembalikan semangat mahasiswa untuk mengembalikan taring gerakannya dalam rangka
mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia. Beberapa tawaran yang dimaksudkan adalah
tawaran akan paradigma gerakan yang dijadikan mahasiswa sebagai landasan berfikir
dan landasan gerak dalam setiap aktivitasnya. Diantaranya yaitu;
Gerakan Intelektual Profetik
Gerakan Intelektual Profetik
Gerakan ini didefinisikan sebagai gerakan yang meletakkan keimanan
sebagai ruh atas penjelajahan nalar akal. Keimanan dijadikan sebagai penggerak
dari proses berpikirnya akal. Nalar akar nantinya akan menciptakan skill dan
kompetensi keilmuan yang bermanfaat bagi bangsa dan Negara. Lalu skill dan
kompetensi keilmuan ini disinergikan dengan nilai-nilai ketuhanan. Sehingga
akan terbentuk suatu kesatuan bentuk pergerakan yang bermanfaat secara duniawi
dan akhirat.
Secara umum gerakan ini bertujuan dalam perbaikan kondisi masyarakat
dengan mengedepankan kapasitas keilmuan yang dimiliki oleh mahasiswa dengan
harapan dari ilmu tersebut mampu memberikan perubahan yang signifikan terhadap
bangsa dan Negara. Perbaikan yang merupakan tujuan diwujudkan dengan
berbasiskan skill dan kompetensi keilmuan, yang ada di dalam setiap pribadi
manusia. Sehingga gerakan intelektual profetik ini akan memaksimalkan potensi
manusia dalam perbaikan bangsa dan Negara.
Bentuk kongkret dari gerakan ini adalah seseorang yang memiliki
skill atau profesi yang dengan itu dapat memberikan kontribusi dalam perbaikan
bangsa dan Negara. Contohnya adalah seorang mahasiswa yang memiliki kemampuan
mengajar, lalu dengan mengajar itu ia menanamkan kompetensi dan nilai-nilai
akhlaq pada muridnya. Sehingga dengan begitu murid yang dihasilkan nanti
diharapkan menjadi manusia yang bagus secara skill dan baik secara moral.
Gerakan Sosial Independen
Gerakan Sosial Independen
Gerakan ini diartikan sebagai gerakan kritis yang menyerang sistem
peradaban materialistik dan menyerukan peradaban manusia berbasiskan independensi
dalam sebuah gerakan. Gerakan ini menyerang pola-pola perilaku yang mengambil
keuntungan pribadi atau segelintir manusia, lalu mengembalikannya kepada asas
kemanfaatan pada masyarakat secara luas. Sehingga sangat diperlukan sebuah
gerakan yang menyerukan suara-suara rakyat dan mengawal perjalanan proses
keadilan sosial di Negara ini.
Secara umum gerakan ini bertujuan untuk menegakkan nilai-nilai
sosial sebagaimana yang tercantum dalam sila ke-5 ideologi Negara kita.
Nilai-nilai sosial yang tidak bergantung pada elemen lain kecuali pada
kemaslahatan masyarakat secara umum. Sehingga nantinya akan tercipta tatanan
masyarakat yang sejahtera secara sosial.
Bentuk kongkret gerakan ini seperti melakukan pengawalan pada
kebijakan-kebijakan pemerintah terutama pada permasalahan sosial. Selain itu
juga bisa dengan mengadvokasi permasalahan masyarakat ke dinas atau instansi
pemerintah yang terkait. Atau bisa juga dengan melakukan bakti sosial ke
masyarakat. Semua bentuk gerakan kongkret ini bisa diimplementasikan oleh
mahasiswa jika benar-benar serius dan memiliki nilai-nilai sosial yang tinggi.
Gerakan Politik Ekstraparlementer
Gerakan Politik Ekstraparlementer
Gerakan ini diartikan sebagai gerakan perjuangan melawan tirani dan
menegakkan demokrasi yang egaliter. Indonesia dihantui oleh sejarah para
pemimpin yang diktator, sehingga ada rasa takut yang timbul di masyarakat
ketika berbicara tentang politik dan pemerintahan. Bukan hanya rasa takut,
tetapi rasa kecewa juga masih ada. Hal ini tidak terlepas dari sikap para elit
politik dan pemerintahan yang tidak berhenti-berhentinya melakukan perbuatan
yang membuat rakyat kecewa.
Gerakan ini mempunyai beberapa tujuan khusus yaitu untuk menjadi
oposisi ketika kondisi perpolitikan di Negara sedang rusak. Berbagai bentuk
gerakan politik pun dilancarkan mulai dari Demonstrasi, Audiensi ke ahli atau
tokoh politik, kajian perpolitikan terkini, pencerdasan politik ke masyarakat,
dll yang kesuanya itu dilakukan sebagi bentuk perlawanan terhadap kebijakan
politik yang sudah tidak memperhatikan nasib masyarakat Indonesia.
Perlunya mengkaji lagi tentang sejarah dalam ranah gerak mahasiswa agar tak terjadi hal yang kemudian membuat semua menjadi rumit dan kompleks. Undang-undang sebagai landasan hukum negara yang mengatur arah gerak mahasiswa hari ini bukan asas perjuangan atau nurani. lanjutkan oto-kritik bentuk media!!! by Pengawas.
BalasHapus