Rabu, 16 Januari 2013

Mendialogkan kembali Paradigma Gerakan Mahasiswa


Nostalgia Gerakan Mahasiswa

Sejenak merenung dan berfikir akan sepak terjang mahasiswa yang sampai hari ini segala atribut nilai melekat pada dirinya, agen of change, agen of social control, dll. Bahkan sosok yang pernah menjadi orang nomor satu di Indonesia pernah menyematkan penghargaan dan sekaligus sebuah harapan kepada mahasiswa, yakni “…Beri aku Sepuluh Mahasiswa, maka akan aku guncang Dunia”. Sebuah penghargaan yang sampai hari ini masih terniang-niang dalam benak para mahasiswa sehingga menjadikan sebuah spirit untuk meletupkan sebuah perubahan bagi agama, bangsa dan Negara.
Bagaimana tidak, lembaran sejarahpun mencatat setiap keringat dan bahkan darah yang pernah dicurahkan oleh mahasiswa demi terwujudnya sebuah perubahan bangsa dan Negara. Tahun 1908 inilah ditandai dengan munculnya Budi Utomo (Boedi Oetomo). Organisasi ini didirikan pada 20 Mei 1908 oleh sejumlah mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) seperti Soetomo, Gunawan, Cipto Mangunkusumo, dan R.T Ario Tirtokusumo. Dan sampai sekarang diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional kerena organisasi ini dianggap sebagai organisasi kebangsaan yang pertama.
Kemudian pada tahun 1928 menjadi langkah kedua dalam lembaran sejarah pergerakan mahasiswa dengan ditandai munculnya Sumpah Pemuda, yakni 27 Oktober 1928 dilangsungkan Kongres Pemuda II di Jakarta. Kongres ini diprakarsai oleh PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia). Kongres ini dihadiri oleh 9 organisasi pemuda yang paling terkemuka, yaitu Jong Sumatranen Bond, Pemuda Indonesia, Sekar Rukun, Jong Islamienten, Jong Bataks Bond, Jong Celebes, Pemuda Kaum Betawi dan PPPI. Selain para pemuda, kongres juga dihadiri oleh tokoh-tokoh partai politik, diantaranya Soekarno, Sartono, dan Sunaryo. Selain itu, hadir pula 2 orang utusan volksraad dan 2 orang wakil pemerintah Hindia Belanda, yaitu Dr. Pijper dan Van der Plas. Keduanya adalah tokoh Inlandsche Zaken.
Setelah itu, tahun 1945 sebagai sejarah baru Bangsa Indonesia dengan diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia. Dimana pemuda atau mahasiswa juga berperan didalamnya yakni pada peristiwa Rengasdengklok. Sebuah aksi penculikan yang dilakukan sejumlah pemuda diantaranya adalah Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana terhadap Soekarno dan Bung Hatta yang mencoba meyakinkan kembali agar mereka berdua tidak menyerah pada Jepang serta mendesak agar mempercepat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Masuk tahun 1966 yang sampai hari ini dengungannya masih sangat terdengar akibat teriakan mahasiswa yang dikumandangkan pada 10 Januari 1966 dengan slogan TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat) yang kemudaian berujung pada 11 Maret 1966 dengan dikeluarkannya SUPERSEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret). Peristiwa ini menandai berakhirnya kepemimpinan Orde Lama dan memasuki era Orde Baru dibawah kepemimpinan Suharto.
Berlanjut pada awal tahun 1974, dimana terjadi peristiwa demonstrasi yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswa yang menolak atas dominasi produk jepang dan kerusuhan sosial yang terjadi pada 15 Januari 1974 dengan sebutan MALARI (Malapetaka 15 Januari). Atas dasar perlawanan itulah pemerintah menghapuskan Dewan Mahasiswa lantas kemudian mengeluarkan kebijakan NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus) yang semua kegiatan mahasiswa dapat terkontrol oleh pemerintah melalui BKK (Badan Koordinasi Kemahasiswaan).
Dan pada era 90-an dianggap sebagai puncak gerakan mahasiswa, dimana pada penghujungnya gerakan yang menyerukan reformasi untuk Indonesia digulirkan pada 12 Mei 1998 yang dikenal dengan peristiwa Tragedi Trisakti yang berakhir pada lengsernya rezim Soeharto (Orde Baru) pada 21 Mei 1998.
Namun, terlepas dari bentangan sejarah gerakan mahasiswa yang sudah tergambarkan diatas, pasca gerakan reformasi yang dicetuskan pada tahun 1998, sampai hari ini mahasiswa masih belum mampu menunjukan gairah dan nafsu gerakannya untuk melakukan perubahan pada Bangsa Indonesia. Pasca itu dan sampai sekarang mahasiswa sering diwarnai dengan budaya hedon/study oriented, demonstrasi bukan lagi menjadi cara populer, mahasiswa kadang tereduksi dalam politik praktis, pendidikan politik dilupakan, dll. Sehingga muncul cibiran adanya degradasi gerakan mahasiswa.

Alternatif Paradigma Gerakan Mahasiswa
Berangkat dari situlah, muncul beberapa alternatif pilihan yang ditawarkan guna mengembalikan semangat mahasiswa untuk mengembalikan taring gerakannya dalam rangka mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia. Beberapa tawaran yang dimaksudkan adalah tawaran akan paradigma gerakan yang dijadikan mahasiswa sebagai landasan berfikir dan landasan gerak dalam setiap aktivitasnya. Diantaranya yaitu;
  
Gerakan Intelektual Profetik
Gerakan ini didefinisikan sebagai gerakan yang meletakkan keimanan sebagai ruh atas penjelajahan nalar akal. Keimanan dijadikan sebagai penggerak dari proses berpikirnya akal. Nalar akar nantinya akan menciptakan skill dan kompetensi keilmuan yang bermanfaat bagi bangsa dan Negara. Lalu skill dan kompetensi keilmuan ini disinergikan dengan nilai-nilai ketuhanan. Sehingga akan terbentuk suatu kesatuan bentuk pergerakan yang bermanfaat secara duniawi dan akhirat.
Secara umum gerakan ini bertujuan dalam perbaikan kondisi masyarakat dengan mengedepankan kapasitas keilmuan yang dimiliki oleh mahasiswa dengan harapan dari ilmu tersebut mampu memberikan perubahan yang signifikan terhadap bangsa dan Negara. Perbaikan yang merupakan tujuan diwujudkan dengan berbasiskan skill dan kompetensi keilmuan, yang ada di dalam setiap pribadi manusia. Sehingga gerakan intelektual profetik ini akan memaksimalkan potensi manusia dalam perbaikan bangsa dan Negara.
Bentuk kongkret dari gerakan ini adalah seseorang yang memiliki skill atau profesi yang dengan itu dapat memberikan kontribusi dalam perbaikan bangsa dan Negara. Contohnya adalah seorang mahasiswa yang memiliki kemampuan mengajar, lalu dengan mengajar itu ia menanamkan kompetensi dan nilai-nilai akhlaq pada muridnya. Sehingga dengan begitu murid yang dihasilkan nanti diharapkan menjadi manusia yang bagus secara skill dan baik secara moral.
  
Gerakan Sosial Independen
Gerakan ini diartikan sebagai gerakan kritis yang menyerang sistem peradaban materialistik dan menyerukan peradaban manusia berbasiskan independensi dalam sebuah gerakan. Gerakan ini menyerang pola-pola perilaku yang mengambil keuntungan pribadi atau segelintir manusia, lalu mengembalikannya kepada asas kemanfaatan pada masyarakat secara luas. Sehingga sangat diperlukan sebuah gerakan yang menyerukan suara-suara rakyat dan mengawal perjalanan proses keadilan sosial di Negara ini.
Secara umum gerakan ini bertujuan untuk menegakkan nilai-nilai sosial sebagaimana yang tercantum dalam sila ke-5 ideologi Negara kita. Nilai-nilai sosial yang tidak bergantung pada elemen lain kecuali pada kemaslahatan masyarakat secara umum. Sehingga nantinya akan tercipta tatanan masyarakat yang sejahtera secara sosial.
Bentuk kongkret gerakan ini seperti melakukan pengawalan pada kebijakan-kebijakan pemerintah terutama pada permasalahan sosial. Selain itu juga bisa dengan mengadvokasi permasalahan masyarakat ke dinas atau instansi pemerintah yang terkait. Atau bisa juga dengan melakukan bakti sosial ke masyarakat. Semua bentuk gerakan kongkret ini bisa diimplementasikan oleh mahasiswa jika benar-benar serius dan memiliki nilai-nilai sosial yang tinggi.
  
Gerakan Politik Ekstraparlementer
Gerakan ini diartikan sebagai gerakan perjuangan melawan tirani dan menegakkan demokrasi yang egaliter. Indonesia dihantui oleh sejarah para pemimpin yang diktator, sehingga ada rasa takut yang timbul di masyarakat ketika berbicara tentang politik dan pemerintahan. Bukan hanya rasa takut, tetapi rasa kecewa juga masih ada. Hal ini tidak terlepas dari sikap para elit politik dan pemerintahan yang tidak berhenti-berhentinya melakukan perbuatan yang membuat rakyat kecewa.
Gerakan ini mempunyai beberapa tujuan khusus yaitu untuk menjadi oposisi ketika kondisi perpolitikan di Negara sedang rusak. Berbagai bentuk gerakan politik pun dilancarkan mulai dari Demonstrasi, Audiensi ke ahli atau tokoh politik, kajian perpolitikan terkini, pencerdasan politik ke masyarakat, dll yang kesuanya itu dilakukan sebagi bentuk perlawanan terhadap kebijakan politik yang sudah tidak memperhatikan nasib masyarakat Indonesia.

1 komentar:

  1. Perlunya mengkaji lagi tentang sejarah dalam ranah gerak mahasiswa agar tak terjadi hal yang kemudian membuat semua menjadi rumit dan kompleks. Undang-undang sebagai landasan hukum negara yang mengatur arah gerak mahasiswa hari ini bukan asas perjuangan atau nurani. lanjutkan oto-kritik bentuk media!!! by Pengawas.

    BalasHapus