Kamis, 11 Oktober 2012

Mars PMII Kawah Chondrodimuko


Kawah Chondrodimuko
Oleh: Aliful Ma’arif

Ada sebuah cerita didunia pewayangan..
Urat kawat tulang besi Gatotkoco..
Si Gatotkoco ditempa dan dikader..
Disebuah Kawah Chondrodimuko..
Selamat datang..
Kami ucapakan semua, kepada para kawakan kader pelopor..
Tak ada waktu untuk berkencan bercengkrama..
Yang ada hanyalah perjuangan..
Melawan tirani yang slalu menggurita berjuanglah demi perubahan..
Chondrodimuko..Chondrodimuko..
Tempat menempa kader-kader pelopor..
Chondrodimuko..Chondrodimuko..
Berjuanglah demi perubahan..

Sabtu, 15 September 2012

Undang-Undang Pendidikan dalam Historis


(Review Diskusi UU Pendidikan, Rabu, 05 September 2012)
Dalam Pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa salah satu dari tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk tercapainya cita-cita tersebut maka pemerintah dan rakyat Indonesia berusaha membangun dan mengembangkan pendidikan semaksimal mungkin. Maka dalam usaha tersebut, dilaksanakanlah proses pendidikan dan pembelajaran, yang mana dalam teori pendidikan dikemukakan paling tidak ada tiga hal yang ditransferkan dari si pendidik kepada si terdidik, yaitu transfer ilmu, transfer nilai, dan transfer perbuatan (transfer of knowledge, transfer of value, transfer of skill) di dalam proses pentransferan inilah berlangsungnya pendidikan.
Tak ingin jauh-jauh mendeskripsikan proses pendidikan dan pembelajaran dulu, terlebih dahulu yang harus difahami bersama adalah sistem dan perundang-undangan dalam pendidikan tersebut sebagai salah satu bagian yang tak terpisahkan dalam proses pembelajaran dan juga sebagai payung hukum dalam pelaksanaan proses tersebut.
“Tak Kenal Maka Tak Sayang”, ungkapan ini sepertinya akrab di telinga kita, sebagai gambaran bahwa banyak yang belum kenal dengan UU pendidikan. Seperti yang sudah dipaparkan, bahwa Undang-Undang No. 4 tahun 1950 tidak lahir dengan begitu saja, tapi melalui proses panjang sampai terlahirnya UU Sisdiknas tahun 2003.
Proses pembentukan Undang-Undang  tentang dasar Pendidikan dan Pengajaran yang kemudian disebut UUPP ini memakan waktu sekitar 4 tahun lebih;
  1. Tahun 1946 pada masa Menteri PP dan K, Mr Soewandi Mangoensarkoro, membentuk Panitia Penyelidik Pendidikan dan Pengajaran yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara.
  2. Tahun 1947 panitia mengadakan Kongres Pendidikan I di Solo.
  3. Tahun 1948 dibentuk Panitia Pembentukan Rencana Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran, diketuai juga oleh Ki Hajar Dewantara.
  4. Tahun 1949 panitia mengadakan Kongres Pendidikan II di Yogyakarta.

Secara yuridis, pendidikan di Indonesia telah bersemai dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550). Undang-Undang tersebut ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 2 April 1950 oleh Presiden Republik Indonesia, Soekarno dan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan S. Mangoensarkoro, kemudian diundangkan pada tanggal 5 April 1950 oleh Menteri Kehakiman pada saat itu A.G. Pringgodigdo. Kemudian dalam pelaksanaannya ditegaskan dalam UU No. 12 tahun 1954, tentang Pernyataan Berlakunya UU No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah unuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550).
Secara umum dapat diberikan pandangan bahwa bunyi undang-undang tersebut sangat singkat. Total hanya 17 bab dan 30 pasal, termasuk satu bab dan dua pasal penutup. Bisa kita lacak dari UUPP No. 4 tahun 1950 itu hanyalah mengatur hal-hal pokok saja, seperti mengenai tujuan pendidikan dan pengajaran, dasar-dasar pendidikan dan pengajaran, bahasa pengantar, jenis pendidikan dan pengajaran dan maksudnya, pendidikan jasmani, kewajiban belajar, pengelolaan sekolah oleh Negara dan swasta, syarat-syarat menjadi guru, murid, pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri, pendidikan campuran dan terpisah (laki-laki dan perempuan), libur sekolah dan hari sekolah, serta pengawasan dan pemeliharaan pendidikan dan pengajaran.
Kemudian sejalan dengan perkembangan zaman dan semakin cepatnya pembangunan dan pertumbuhan perekonomian serta teknologi yang semua hal itu sebagai bagian dalam proses modernisasi dunia, maka pendidikan harus benar-benar mampu berjalan beriringan dengan hal tersebut agar tidak terseok-seok dalam menciptakan dan mencerdaskan anak bangsa. Dan salah satu usaha yang dilakukan adalah perbaikan sistem dan perundang-undangan dalam dunia pendidikan yang akhirnya memunculkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang secara umum menyiratkan tentang pembangunan pendidikan dengan mengusahakan pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi mutunya dan mampu mandiri, serta pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh. Dimana dalam pelaksanaannya memegang erat prinsip-prinsip semesta, menyeluruh dan terpadu.
Bak air mengalir, usaha pemerintah sebagai salah satu pilar yang bertanggung jawab atas perwujudan amanah Undang-undang pun tak kunjung berhenti. Inovasi dalam sisitem pendidikan pun selalu diusahakan untuk mencapai kesempurnaan dengan memunculkan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang sisdiknas terbaru ini memberikan penekanan bahwa penyelenggaraan pendidikan harus dilaksanakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna. Selain itu, endidikan diselenggarakan: sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat; dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran; dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat; dan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Sebagai penutup, bahwa Uraian di atas secara singkat dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan nasional yang diatur UU No. 4/1950 jo UU No. 12/1954 masih belum terintegratif dan utuh. Sistem pendidikan nasional yang terintegratif dan utuh mulai muncul pada UU NO. 2/1989, namun pada undang-undang ini hakikat pendidikan yang menghargai keragaman belum terakomodasi. Sistem pendidikan nasional menurut UU NO. 2/1989 masih bersifat sentralistik. Bangun sistem pendidikan nasional paling komprehensif dan desentralistik sudah terlihat pada UU No. 20/2003.

Orang Aneh itu Gus Dur


“Keberlangsungan ide dan pemikiran yang ditinggalkan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, yaitu gigih memperjuangkan demokrasi dan pluralisme, menjadi tanggung jawab para pengikutnya.”
 (KH Mustofa Bisri)

Penulis sengaja menyitir tulisan Gus Mus dalam esainya di harian Kompas (2/01/2009) dan menjadikannyaquote pada awal tulisan ini untuk sekadar mengingatkan kita semua bahwa demokrasi dan pluralisme sudah “diserahkan” sepenuhnya kepada para pengikutnya untuk terus diperjuangkan dan dirayakan, sejak kebersemayamannya di alam ide, hingga menyeruak pada kehidupan bermasyarakat.
Tak perlu mendebat siapa-siapa yang lolos dalam kategori bukan pengikut dan pengikut Gus Dur, Gusdurian. Saya kira, sebagai manusia yang berhaluan (empat pilar pmii) sudah barang tentu bersependapat dengan apa yang selama ini dirasakan oleh kaum minoritas Tionghoa, di era orde baru. Sekadar menguatkan common sense, jasa besar Gus Dur bagi masyarakat Tionghoa adalah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China saat menjadi presiden.
Membaca ide-ide Gus Dur bagai berjalan dengan kawalan atas kemajemukan ide dan identitas yang bercokol dari geneologi aliran, diversitas agama, kepercayaan, etnis, serta kedaerahan. Melaju diagonal, bahkan melampaui sekat-sekat sakral yang terlalu “tabu” untuk dibuka. Itulah sejurus karakter Gus Dur yang berdistansi dengan ketakutan. Tak heran, tidak ada yang memberontak ketika Gus Dur ditasbihkan sebagai Bapak Pluralisme, Multikulturalisme, serta pejuang kemanusiaan sesaat setelah beliau mangkat.
“Bakat” kecerdasan yang direlikui dari mendiang kakeknya, KH Hasyim As’ary, mewarnai jengkal pemikirannya. Berbarengan dengan itu pula masyarakat yang lain menganggapnya sebagai “yang keluar dari pakem”. Seperti tak kehabisan akal, Gus Dur selalu menimpali itu dengan pernyataan: “Ah. Biar sejarah saja yang membuktikan.”
Nyleneh. Itu yang diasumsikan masyarakat pada umumnya. Tapi, seperti sebuah pepatah matematika; Buatlah kesimpulan dengan premis-premis yang logis, Gus Dur, seperti sebuah kesimpulan itu sendiri, tidak akan bisa dipahami dengan premis yang tidak linear dengannya. Dhani Ahmad menyebut Gus Dur tak ubahnya kepala lokomotif supercanggih dengan masyarakat awam sebagai awak gerbong kelas ekonomi yang tak mampu mengikuti kelejitan sang lokomotif canggih.
Ihwal keberbagaian umat beragama, golongan minoritas, “beberapa” elit politik, penguasa birokrasi, hingga para cendekiawan, baik dari wilayah domestik, dalam dan luar negeri berjibaku merundukkan kepala saat Gus Dur menutupkan mata. Mereka mengheningkan cipta, genap dengan ritualnya masing-masing yang destingtif. Kita bisa mencermati, umat Islam, Kristen, Budha, dan Konghuchu bersama-sama berdoa dalam sebuah perayaan kesedihan di lokasi pemakaman Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Sungguh, Gus Dur benar-benar mengajarkan dan memberi misal kepada kita semua tentang definisi pluralisme tanpa bungkus keyakinan dan agama mana pun.
Kini, beliau telah wafat. Obituari tentang dirinya menyebar di media massa dan elektronik. Seakan kita diajak merenung dan berefleksi berjamaah. Jasadnya sudah ditelan bumi, tapi pemikirannya masih menyala-nyala. Kita, sebagai salah satu “golongan” yang diperjuangkannya, sudah sepatutnya menjaga dan meneruskan api pemikiran hingga mewujud pada kesadaran berperilaku.

Sumpah Pemuda atau Sampah Pemuda

Pemuda merupakan manusia dengan usia kerja produktif dan mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk merubah keadaan, seperti yang dikatakan oleh bapak prokamator indonesia ” berikan aku sepuluh pemuda dan aku akan menguncang dunia”. itulah perkataanfounding father Presiden Pertama Indonesia yang menegaskan betapa pentingnya peran pemuda dalam kemajuan bangsa dan Negara.  Baik buruknya suatu Negara dilihat dari kualitas pemudanya, karena generasi muda adalah penerus dan pewaris bangsa dan Negara.  Generasi muda  harus mempunyai karakter yang kuat untuk membangun bangsa dan negaranya, memiliki kepribadian tinggi, semangat nasionalisme, berjiwa saing, mampu memahami pengetahuan dan teknologi untuk bersaing secara global. Pemuda juga perlu memperhatikan bahwa mereka mempunyai fungsi sebagai Agent of change, moral force and social control sehingga fungsi tersebut dapat berguna bagi masyarakat. Begitu dahsyatnya pengaruh pemuda dalam pikiran Bung Karno dapat kita pahami bersama mengingat pemuda pada saat ini adalah orang-orang yang akan memimpin masa depan suatu bangsa. Dengan kemampuan dan kematangannya kelak, pemuda diharapkan dapat membawa bangsa ini kearah yang jauh lebih baik dari yang sekarang.
Dalam sejarah pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia, pemuda selalu mempunyai peran yang sangat strategis di setiap peristiwa penting yang terjadi. Ketika memperebutkan kemerdekaan dari penjajah belanda dan jepang kala itu, ketika menjatuhkan rezim Soekarno (orde lama), hingga kembali menjatuhkan rezim Soeharto (orde baru), pemuda menjadi tulang punggung bagi setiap pergerakan perubahan ketika masa tersebut tidak sesuai dengan keinginan rakyat.  Pemuda akan selalu menjadi People make history (orang yang membuat sejarah) di setiap waktunya. Pemuda memang mempunyai posisi strategis dan istimewa. Secara kualitatif, pemuda lebih kreatif, inovatif, memiliki idealisme yang murni dan energi besar dalam perubahan sosial dan secara kuantitatif, sekitar 30-40 % pemuda dari total jumlah penduduk Indonesia dalam kisaran umur 15-35 tahun dan akan lebih besar lagi jika kisaran menjadi 15-45 tahun.
Kadang bisa dilihat, bahwa pemuda akan lebih bersifat kreatif untuk melakukan pergerakan ketika kondisi atau suasana di sekitarnya mengalami kerumitan, terdapat banyak masalah yang di hadapi yang tidak kunjung terselesaikan. Di satu sisi, ketika suasana di sekitarnya terlihat aman dan tentram tidak ada masalah serius yang dihadapi, pemuda akan cenderung diam/pasif, tidak banyak berbuat, lebih apatis  dan mempertahankan kenyamanan yang dirasakan. Padahal baik dalam kondisi banyak permasalahan ataupun kondisi tanpa masalah serius, pemuda dituntut lebih banyak bergerak dalam membuat perubahan yang lebih baik, lebih produktif dan lebih kreatif dalam memikirkan ide-ide perubahan untuk bangsa yang lebih baik.
Namun kondisi pemuda Indonesia saat ini, mengalami degradasi moral, terlena dengan kesenangan dan lupa akan tanggung jawab sebagai seorang pemuda. Tataran moral, sosial dan akademik,  pemuda tidak lagi memberi contoh dan keteladanan baik kepada masyarakat sebagai kaum terpelajar, lebih banyak yang berorientasi pada hedonisme (berhura-hura), tidak banyak pemuda yang peka terhadap kondisi sosial masyarakat saat ini, dalam  urusan akademik pun banyak mahasiswa tidak menyadari bahwa mereka adalah insan akademis yang dapat memberikan pengaruh besar dalam perubahan menuju kemajuan bangsa.
Sejenak mengingatkan pada peringatan Hari Sumpah Pemuda dimana momentum tersebut mengingatkan kita para pemuda Indonesia akan peristiwa 1928 kala itu yang tidak saja bernilai sejarah tinggi yang menandai awal kebangkitan gerakan Pemuda. Namun kita juga diingatkan akan perjuangan para pemuda Indonesia saat itu yang dengan darah juangnya tulus mengabdi demi merebut kemerdekaan NKRI. Berbeda dengan era modern 2011 sekarang ini, yang mana banyak aksi pemuda yang telah ditunggangi berbagai kepentingan. Seperti h`lnya beberapa aksi demo pemuda bayaran yang marak terjadi akhir-akhir ini. Tanpa menggeneralisasikan, ada beberapa oknum pemuda yang rela dibeli keidealisanya dengan sejumlah uang guna melancarkan misi-misi tertentu. Ini menunjukkan adanya “sampah pemuda”, yaitu pemuda yang telah terkontaminasi dan terkotori jiwanya dengan nafsu-nafsu yang destruktif.
Sampah pemuda lainnya masih banyak lagi. Misalnya saja kelompok pemuda yang hedonism dan hanya suka hura-hura tanpa arah dan tujuan. Sampah pemuda macam ini hanya akan menjadi beban Negara dan memalukan bangsanya. Sikap sampah pemuda lainnya yaitu maraknya berbagai aksi tawuran antar pemuda, aksi mabuk-mabukan oleh pemuda, balapan liar, pergaulan bebas, aksi anarkisme pemuda, penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan sebagainya. Pada intinya sampah-sampah pemuda tepat kita sematkan kepada mereka para generasi muda yang bisanya hanya mencemari nama pemuda Indonesia alias tingkahnya bikin malu para pejuang Sumpah Pemuda.
Kita khususnya yang masih mengaku pemuda Indonesia bisa menilai sendiri termasuk golongan yang manakah diri kita ini? Pemuda golongan “sampah” yang sukanya hura-hura bikin keonaran nggak jelas ataukah pemuda pewaris peradaban. Pemuda golongan “sampah” hanya akan terombang-ambing di persimpangan jalan dan terhempas kesana-sini nggak jelas. Sementara itu sesungguhnya bangsa ini mengharapkan para pemudanya menjadi penerus semangat Sumpah Pemuda. Yang mana tidak hanya suka hura-hura bikin onar, namun juga bangkit mengabdikan diri dengan tulus demi kemajuan nusa, bangsa dan Negara ini.
Ingat, menghujat pemerintah dan terus menyalahkan keadaan tidak akan berarti apa-apa. Karena sikap itu sama pula dengan sijap “sampah pemuda”. Janganlah terus-menerus kita menyalahkan kegelapan. Cobalah kita nyalakan lilin penerang, walau kecil namun akan bisa membawa perubahan besar dikemudian hari. Mari di hari Sumpah Pemuda ini kita bersama-sama bangkit kembali nyalakan perubahan dengan cara-cara yang konstruktif. Lakukan perubahan mulai dari diri kita masing-masing dan terus berbuat terbaik mengabdi untuk tanah air kita, bangsa kita dan masa depan Indonesia yang lebih baik.

Nilai yang Terlupakan


NDP, istilah itu mungkin bagi kita sebagai kader PMII sudah tidak asing lagi. Kalau seandainya kita di Tanya apa itu NDP pasti secara spontan kita akan menjawab “O gampang NDP itu adalah Nilai Dasar Pergerakan’, begitu gampang dan mudah sekali kita untuk mengingatnya tapi ketika penulis melihat realita yang terjadi adalah sangat paradoks sekali. Ternyata NDP yang selama ini yang paling sering di dengung-dengungkan pada saat MAPABA, NDP yang selama ini oleh para kader PMII di sakralkan ternyata hanya terhenti dalam tataran teoritis tidak sampai masuk dalam tataran praksis para kader, sungguh riskan dan sangat kotradiktif sekali dengan kedudukan dan fungsi yang tersimpan di dalam sejarah yang melatar belakangi sehingga di rumuskannya NDP. Oleh karena itu di rasa penting bagi kita sebagai kader PMII untuk melakukan reorientasi mengenai NDP, mulai dari perjalanan sejarahnya sampai pada nilai-nilai yang ada di NDP, yang memang ketika penulis teliti adalah teryata apa yang ada di NDP semua subtansinya bernilai praksis bukan sebatas nilai konsep-teoritis yang hanya untuk kita ingat dan di hafalkan saja.

Sejarah perumusan NDP

Berkaca pada sejarah perjalanan perumusan NDP yang penulis temui di sebuah buku, bahwa dalam merumuskan NDP yang sekarang sudah tidak ghaib lagi bagi para kader yang pernah ikut MAPABA yang jumlahya kurang lebih hanya 2 lembar pembahasan, ternyata telah menghabiskan waktu selama lima belas tahun lamanya untuk pembahasan rumusan-rumusan NDP untuk akhirnya mencapai tahap finalisasi, mulai dari kepemimpinan sahabat Abduh Paddare sebagai ketum PB dengan sahabat Ahmad Bagja sebagai sekjen (1973-1977) sampai pada saat kepemimpinan sahabat M Iqbal Assegaff dan sahabat Drs. Abd Malik Ahmad sebagai sekjen pada tahun 1988. Secara ringkas bisa di lihat di bawah ini:
  1. Mukernas ke III di bandung merupakan awal perumusan NDP tepatnya pada saat ketum PB di pegang sahabat Abduh Paddare (1973-1977).
  2. Konggres ke VII di cibubur (1-4 april 1981) pembahasan kerangka-kerangka NDP yang pada saat itu ketum PB adalah sahabat Muhyidin Arubusman (1981-1984).
  3. Konggres ke VIII di bandung (15-20 mei 1985) pembahasan kerangka NDP oleh sidang komisi 1(organisasi) dengan ketum PB pada saat itu adalah sahabat Surya Darma Ali (1985-1988).dan pada bulan April terbentuk tim pembantu penyiap bahan NDP.
  4. 30 September 1987 terbentuk tim penyusun NDP dengan sahabat M. Najrul Falakh S.H sebagai koordinator.
  5. Dan akhirnya setelah selama kurang lebih 15 tahun penantian NDP pun mencapai finalisasi pada konggres ke IX (14-19 september 1988) di Wisma Haji surabaya dengan SK No:VIII/kong-PMII/IX/’88. Yang pada saat yang sama sahabat M Iqbal Assegaf terpilih sebagai ketum PB dengan sekjen Drs Abd Malik Ahmad.

Sungguh bukan waktu yang singkat, lima belas tahun sama dengan 2 lembar pembahasan pastilah karya itu bukan sesuatu yang tanpa nilai dan tujuan. Itulah NDP karya itu yang di ciptakan untuk menjadi roh dan pembangkit ghiroh para kader PMII, sebagai sumber kekuatan ideal-moral dari aktivitas para kader PMII dan sebagai pusat argumentasi, pengikat kebenaran dari kebebasan berfikir, berucap dan bertindak dari setiap aktivitas pergerakan.

Nilai Dasar Pergerakan.

Dalam kesempatan kali ini penulis tidak akan memaparkan NDP secara definitif mulai dari apa itu NDP, seperti apa fungsinya bagi kader, seperti apa kedudukanya bagi PMII dan yang terakhir seperti apa rumusan nilai-nilai yang di kandungnya hal itu di karena kan penulis yakin yang namanya kader PMII sudah pasti tahu tentang hal ihwal itu semua dan akan terasa lucu dan aneh sekali kalau memang masih ada kader yang belum tahu tentang hal itu. Hal yang di tekan kan oleh penulis dalam tulisan adalah rekontruksi pemikiran para kader yang selama ini telah menganggap NDP sebagai sebuah symbol semata.
Salah satu realitas yang paling sering penulis temui dan yang membuktikan kalau ternyata NDP di pahami secara dangkal(teoritis belaka) oleh para kader adalah banyaknya kader yang tidak paham kalau sebenarnya bukan hanya agama saja yang memerintahkan kita untuk menjadi hamba yang taat, melaksanakan apa yang di perintahkan-Nya dan menjauhi apa yang di larang-Nya, tapi ternyata juga PMII memerintahkan kita lewat NDP nya. Coba lihat lagi di rumusan-rumusan NDP di situ ada point ‘Hubungan Manusia dengan Allah SWT’ .disitu penulis menemukan nilai praksis yaitu manusia sebagai kholifah dan ,manusia sebagai hamba. jadi jika kita di perintahkan untuk sholat ya kita sholat ketika kita di perintahkan untuk menjauhi zina ya kita jauhi, maka kalau kita tidak melaksanakan itu maka ada dua dosa yang telah kita lakukan yang pertama: kita berdosa kepada-Nya dan yang kedua: kita berdosa kepada organisasi PMII karena tidak memenuhi kewajiban sebagai kader PMII.(so mugkin tidak pantas mengaku jadi kader PMII).
Dan banyak lagi rumusan-rumusan NDP yang mungkin secara sempurna kita tidak melaksanakannya atau mungkin sudah lupa dan yang paling parah kalau ada kader yang sampai bersifat apatis terhadap NDP(kader murtad). rumusan- rumusan NDP itu seperti point ‘Tauhid’ nilai yang penulis tangkap dari point ini adalah pemurnian orientasi kader dalam setiap berfikir, berucap dan bergeraknya hanya kepada Allah SWT (keihklasan). Point ’Hubungan Manusia Dengan Manusia’ nilai-nilainya adalah kesetaraan artinya walaupun secara alamiah manusia itu masing-masing punya kelebihan dan kekurangan, jangan sampai itu menjadi penyebab antara manusia (kader) satu dengan yang lainya malah saling mengacuhkan. Juga arti kesetaraan itu berarti semua manusia itu sama jangan sampai ada yang di tindas-menindas atau sampai ada klaim kafir-mengkafirkan, semuanya sama, hanya yang membedakan adalah tingkat ketakwaanya saja di hadapan Allah SWT (lagi-lagi Orientasinya Tauhid dan aswaja). Point ‘Hubungan Manusia Dengan Alam’ di dalam point ini yang penulis tangkap adalah nilai manusia sebagai kholifah fil ardhi atau manusia sebagai mandataris Allah SWT di atas bumi yang harus menjaga, merawat dan juga memanfaatkanya secara wajar. Jangan sampai merusak atau memanfaatkanya di luar kewajaran apalagi disitu sampai ada tindak kriminal, trus di point ini juga penulis menangkap nilai manusia sebagai khalifah fil ardhi yang menjadi mandataris Allah SWT di muka bumi harus bisa mengintdrnalisasikan sifat-sifat ketuhanan kedalam tingkah lakunya, sepeti sifat ar-Rahman dan ar-Rahim yang artinya Maha Pengasih dan Maha penyayang jadi bagaimana nanti manusia (kader PMII) mempunyai sifat kasih dan sayang kepada sesama manusia dan juga alam sekitar baik itu flora maupun fauna. Nah itulah semua adalah perintah-perintah organisasi PMII kepada kita selaku kader, ingat NDP bukan hanya mengandung nilai verbalitas semata tapi subtansi nilai yang di kandung di dalam NDP adalah nilai aktivitas yang harus dan wajib kita laksanakan sebagai orang yang mengaku kader PMII. 
Akhirnya harapan dari penulis semoga apa yang telah di paparkan di atas dapat me-rekrontruksi kesadaran kader PMII terhadap NDP dan me-reposisi kan NDP di dalam kesadaran para kader PMII dengan benar, untuk akhirnya nanti para kader PMII bisa dapat mengimplementasikan NDP dalam tataran paksis, sehingga para kader PMII nantinya benar-benar menjadi kader yang di impi-impikan dan dinanti-nantikan kehadirannya oleh PMII sekaligus Jadilah KAULA (Kader Ulul Albab)sejati yang memang di cita-citakan oleh organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia lewat NDP nya.

Kaderisasi PMII = Pendidikan Bangsa



Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sudah mengamanatkan kepada Pemerintah Negara Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.Jelaslah sudah, bahwa pemerintah dengan segenap unsur dan perangkatnya serta dorongan dan partisipasi masyarakat Indonesia memiliki peran signifikan, tugas dan tanggung jawab yang
besar dalam rangka merealisasikan adanya proses pembelajaran dan pendidikan agar mampu mencerdaskan kehidupan bangsa. Meskipun pembelajaran dan pendidikan bukanlah satu-satunya unsur mutlak untuk menuju kearah perwujudan amanah UUD 1945 tersebut. Akan tetapi dapat dilihat bahwa pendidikan menjadi unsur terpenting dalam terciptanya perubahan dan perkembangan suatu bangsa dan Negara. Karena disadari ataupun tidak, pendidikan merupakan salah satu standar yang dapat diukur apakah suatu Negara dan bangsa itu maju dan berkembang atau malah sebaliknya.
Rasanya kurang etis jika hanya merong-rong pemerintah untuk segera memaksimalkan peran mereka dalam rangka perwujudan UUD tersebut. Karena pendidikan bukanlah semata-mata menjadi tanggung jawab pererintah saja, akan tetapi seluruh komponen masyarakat Indonesia memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai partnership untuk mengawal terwujudnya pendidikan yang merata bagi rakyat Indonesia. Maka dari itt, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia sebagai bagian dari sub turunan rakyat Indonesia, memiliki kewajiban yang sama untuk mengawal pendidikan tersebut.
PMII yang sampai hari ini mendeklarasikan dirinya sebagai lembaga kaderisasi (pendidikan) harus mampu mengorientasikan seluruh aktivitas organisasinya demi terwujudnya pendidikan yang merata. Pendidikan tersebut diharapkan mampu menyentuh aspek Kognitif (pengetahuan), Afektif (sikap,nilai), dan Psikomotorik (keterampilan) (Taksonomi Bloom). Maka harus dapat dipastikan bahwa seluruh Pendidikan informal, non formal dan formal PMII, baik itu MAPABA, PKD, dan PKL harus semaksimal mungkin diarahkan demi terwujudnya ketiga aspek diatas dan dengan sendirinya tujuan luhur PMII (AD PMII Bab IV Pasal 4) dapat tercapai secara maksimal sehingga kader ulul albab akan mampu terbentuk.
Untuk dapat mengarah pada titik tersebut, maka Pendidikan harus memiliki perangkat pendukung, diantaranya adalah Tujuan Pendidikan, Pendidik, Peserta Didik, Proses Pembelajaran, Materi/kurikulum, dan Metode. Pun demikian dengan PMII, secara gamlang PMII sudah memiliki perangkat-perangkat tersebut.
Oleh karena itu, dalam paragraf ini akan sedikit diuraikan beberapa perangkat pendidikan:pertama, Tujuan, Anggaran Dasar PMII sudah sangat jelas memberikan diskripsi orientasi (AD PMII Bab IV Pasal 4) tentang profil terbentuknya kader ulul albab yang secara konprehensif mengakumulasikan Dzikir, Fikir, dan Amal Sholeh.
Kedua, Pendidik, dalam PMII sering menyebut sebagai Instruktur, sebagaimana yang tertuang dalam buku pedoman Instruktur, pendidik atau instruktur adalah orang yang bertanggung jawab untuk mendinamisasikan proses kaderisasi agar proses transformasi knowledge dan value berjalan dengan maksimal.
Ketiga, Peserta Didik, atau yang biasa disebut anggota, adalah subjek kaderisasi yang otonom atau komponen masukan dalam sistem kaderisasi, yang selanjutnya diproses dalam proses pengkaderan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan kaderisasi.
Keempat, Proses Pembelajaran, adalah Interaksi edukatif dan proses komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan kaderisasi. Dalam Multi Level Strategi yang dimiliki PMII sudah dijelaskan alur panjang proses kaderisasi, dimana secara universal menggambarkan proses input (rekuitmen, pra pelatihan), proses (pendidikan informal, pendidkan non formal, dan pendidikan formal: MAPABA, PKD, PKL), output (terbentuknya anggota mu’taqid, kader mujahid dan mujtahid), outcame (distribusi kader).
Kelima, Materi atau Kurikulum, adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang diarahkan pada upaya pencapaian tujuan kaderisasi. Materi atau kurikulum kaderisasi pun sudah termaktub dalam buku pedoman hasil workshop kaderisasi yang pernah didialektikakan oldh PB PMII. Secara sistematis dalam buku tersebut sudah terklasifikasikan materi-materi untuk pendidikan (formal, informal dan non formal) dalam PMII.
Keenam, Metode, cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu. Oleh sebab itu, sebagai lembaga kaderisasi yang memliki tahapan dalam prosesnya, maka PMII pun sudah mengklasifikasikan metode yang digunakan dalam setiap proses kaderisasinya, MAPABA dengan metode doktrinasi agar terbentuknya anggota yang yakin (mu’taqid) terhadap nilai-nilai yang ditawarkan PMII, sedangkan PKD menggunakan metode Indoktrinasi yang diharapkan dapat terwujudnya kader mujahid, PKL menggunakan metode Partisipatoris yang harapan bes`rnya mampu terciptanya kader mujtahid.
Dengan demikian, PMII sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang memiliki tugas dan tanggung jawab besar atas perkembangan dan perubahan Bangsa harus mampu turut serta melakukan proses pendidikan dan kaderisasi sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan tipikal yang disesuaikan dengan karakter pergerakannya. Dengan proses kaderisasi yang dianggap sudah sangat ideal, diharapkan mampu menyentuh aspek kognitif dengan memberikan beberapa pengetahuan terkait kebutuhan manusia dalam mengartngi kehidupannya. Aspek afektif yang menjadikan dasar nilai dan sikap dalam rangka bersosialisai dalam kehidupan bermasyarakat, dan juga aspek psikomotorik yang dijadikan bekal (soft-skill) bagi kader untuk menjangkau kebutuhan profesional dilingkungan kerja.